Tuesday, February 26, 2013

Sejarah Singkat Kelurahan Mandomai


       KELURAHAN MANDOMAI






Pada zaman dahulu kala, sekitar abad ke 15 Mandomai dan pada umumnya Kalimantan Tengah masih tergolong tempat yang masih murni yaitu hutan belantara dan belum tersentuh oleh para pendatang. Penduduk aslinya ialah Suku Dayak Ngaju yaitu suku Dayak yang mendiami sepanjang bantaran sungai Kapuas dan kepercayaan yang di anut pun masih kepercayaan nenek moyang yaitu Kaharingan yang artinya "Kehidupan". Suku Dayak Ngaju pada zaman dahulu merupakan salah satu suku terkuat yang melakukan budaya "Kayau" atau budaya berburu kepala, disamping Dayak Iban, Dayak Ot dan Dayak Kenyah.




Foto Dayak Ngaju tahun 1800an

Rumah tempat tinggal suku Dayak Ngaju pada zaman dahulu ialah Rumah Betang atau dalam bahasa Dayak Ngaju Kapuas di sebut "Huma hai". Rekonstruksi rumah ini seperti rumah panggung pada umumnya, mempunyai tiang rumah yang tinggi kira-kira 10 meter dan lebar rumah  sekitar 50 meter. Maksud orang Dayak pada zaman dahulu mendirikan rumah tinggi ialah untuk menghindari dari bahaya seperti binatang buas, banjir dan budaya kayau. Rumah Betang biasanya di huni 20 bahkan sampai 100 kepala keluarga, tergantung dari ukuran rumah Betang tersebut.

Pada zaman dahulu sebelum kedatangan para pendatang, Mandomai dahulu bernama Desa Tacang Tangguhan, sebuah desa kecil yang pada kala itu hanya terdapat beberapa rumah Betang. Masyarakatnya pun kala itu masih tergolong primitif, menggunakan baju dari anyaman rotan, kulit kayu maupun kulit hewan. Kegiatan masyarakatnya masih tergolong sederhana seperti berburu, nelayan sungai dan bertani. Budaya kayau (berburu kepala) pada saat itu pun masih dipegang teguh. Selain itu budaya Dayak yang masih dipegang teguh oleh masyarakat kala itu masih murni seperti kepercayaan Kaharingan, tiwah (upacara kematian suku Dayak Ngaju), tatto, tari - tarian dan banyak lagi lainnya. Ciri - ciri fisik orang Dayak Ngaju zaman dulu ialah berkulit putih, bermata sipit, tubuh tegap, menggunakan celana "ewah" yaitu balutan kain dengan khas di julurkan selembar kain di depannya, menggunakan kalung dari taring binatang buas, menggunakan hiasan kepala baik ikat kepala maupaun dari anyaman rotan yang dihiasi dengan bulu burung dan senjata tradisionalnya berupa Mandau, Tombak, Sumpit dan perisai (telabang).


                                                           Warga Mandomai tahun 1980

Seiring dengan perkembangan zaman dan mulai memudarnya budaya kayau sekitar abad ke 18, para pendatang mulai berani menginjakkan kakinya di bumi Kalimantan Tengah. Umumnya para pendatang dari Tanah Banjar ( Banjarmasin ), dari tanah Jawa dan orang2 Belanda yang umumnya sebagai penjajah. Menilik sejarah kampung Mandomai, Mandomai sejak zaman kolonial Belanda sudah terkenal akan keramaiannya dan pada saat itu Mandomai di jadikan sebagai pusat penyebaran agama Kristen diseluruh Kalimantan Tengah. Mandomai juga merupakan tempat awal mula penyebaran agama Islam kepada orang Dayak terutama didaerah aliran sungai Kapuas. Jadi artinya mandomai sejak dulu sebagai pusat penyebaran 2 agama di Kalimantan Tengah.


Mandomai Tempo Dulu


Mandomai Tahun 1890

Dengan kedatangan para pendatang secara tidak langsung membawa perubahan pola hidup masyarakat suku Dayak Ngaju mulai dari kepercayaan sampai sosial budaya. Efek nyata dari budaya yang diterima adalah Agama Islam mulai masuk dan berkembang di Mandomai pada Abad ke-18  dengan berdirinya Mesjid Jami Al-Ikhlas yang merupakan mesjid tertua di bantaran sungai Kapuas, kemudian didaerah hilir Mandomai terdapat Gereja Immanuel yang dulu dijadikan zending sebagai pusat penyebaran agama Kristen kepada orang Dayak dan termasuk gereja tertua di Kalimantan Tengah.












                                                               Masjid Jami Al - Ikhlas


Seiring dengan membaurnya dengan para pendatang, suku Dayak pun sudah kehilangan budaya Betangnya dimana para generasi Dayak sudah mempunya rumah sendiri - sendiri setiap kepala keluarga. Mandomai banyak melahirkan orang2 yang sangat berpengaruh di Provinsi Kalimantan tengah, bahkan pejabat-pejabat provinsi Kalimantan Tengah dikota Palangkaraya banyak keturunan dari Mandomai.


Tokoh legenda yang paling terkenal di Mandomai ialah "Raden Inyui Amoi Gilang" dimana ia dipercaya sebagai pendiri kampung Mandomai. Ia adalah seorang lelaki Dayak yang gagah perkasa, yang mempunyai kesaktian yang tinggi, sifat dan karakternya menggambarkan khasnya orang Dayak, Sang penakluk rimba. Tempat makam Raden Inyui terletak di Mandomai Hulu berupa Sandung (makam kepercayaan Kaharingan) dan kini namanya di jadikan nama sebuah jalan di Mandomai yang di kenal dengan Jl. RIA Gilang.



Sandung di Mandomai Hulu

Kemudian di Mandomai hulu masih terdapat sisa Rumah Betang yang masih berpenghuni yang sekarang dijadikan salah satu cagar Budaya Dayak Kab.Kapuas yang masih tersisa, Sandung Tahutun Pantar yg mana disandung tersebut bertuliskan tahun 1735 yang menandakan kampung Mandomai termasuk kampung tua. Dari Mandomai kearah hulu lagi, dahulu ada anak sungai Kapuas yang dianggap keramat oleh warga setempat yaitu sungai Garantung, tetapi dengan seiring perkembangan zaman sungai tersebut sudah dianggap hal biasa bagi masyarakat setempat dan tidak begitu dianggap keramat lagi.




Mandomai bukanlah nama asli kampungnya, banyak versi mengenai nama Mandomai, ada yang mengatakan diberikan oleh orang - orang Banjar sebagai warga pendatang dimana Mandomai di ambil dari kata bahasa Dayak Ngaju " Mandui Mai " yang artinya " Ibu mandi " akibat orang - orang Banjar sering mendengar percakapan tersebut dari lisan orang Dayak, atas dasar itulah mereka memberi nama kampung Mandomai. Ada versi lain juga yang menyebutkan Mandomai diambil dari kata "Man = aman" dan "Domai = Damai" apabila digabung Mandomai berarti Desa yang Damai. Tapi banyak yang tidak mengetahui bahwa nama asli Mandomai  ialah Tacang Tangguhan.

Kini Mandomai  manjadi ibukota kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, berbatasan langsung dengan Kabupaten Pulang Pisau. Mandomai membawahi beberapa Desa yaitu Desa Saka Mangkahai, Anjir Kalampan, Tumbang Umap, Pantai, Penda Katapi, Saka Tamiang, Sei Kayu, Basuta Raya, Teluk Kiri dan masih banyak lagi yang lain. Sekarang, Mandomai sudah dijadikan sebagai pusat pendidikan, pusat perekonomian, serta pusat pemerintahan bagi warga sekitar Kecamatan Kapuas Barat dan sepanjang arah bantaran sungai Kapuas. Tapi meski hanya sebuah kecamatan, jauhkan pikiran bahwa Mandomai adalah daerah terpencil, karena di sana berbagai fasilitas seperti Sekolah, Layanan Kesehatan, jaringan internet, jaringan handphone, listrik dan lain sebagainya sudah tersedia sejak lama, dan akses jalannya pun sangat mudah, jadi tak ada kata tertinggal. Mayoritas penduduk kecamatan Kapuas barat (Mandomai) beragama Islam 70%, dan diikuti agaman Kristen Protestan, Katolik, dan kaharingan (Kepercayaan nenek moyang suku Dayak). Suku mayoritas di Mandomai adalah Dayak Ngaju ( Kapuas-Kahayan), Banjar ( Melayu Kalimantan ), Dayak Bakumpai, Dayak Ma'anyan, serta Dayak lainnya, diikuti oleh suku Jawa dan lain-lain.




 Foto Mandomai pada tahun 2013


6 comments:

  1. berapa lawas riset gasan posting nih za ? haaha

    ReplyDelete
  2. Dek, kalau membuat sebuah artikel dan copy paste dari artikel orang lain, mohon izin terlebih dahulu. Budayakan sopan santun dalam dan menghargai hak cipta orang lain. Tabe

    ReplyDelete
  3. Dek, kalau membuat sebuah artikel dan copy paste dari artikel orang lain, mohon izin terlebih dahulu. Budayakan sopan santun dalam dan menghargai hak cipta orang lain. Tabe

    ReplyDelete
  4. Apakah data ini hasil penelitian anda sendiri?

    ReplyDelete
  5. Biasakan menyertakan sumber, etika penulis pelajari dulu, seperti sumber foto, kutipan dll

    ReplyDelete